Trend Baru Naskah Kuno, bersama Muh. Bagus Febriyanto

Muh. Bagus Febriyanto, S.S., M.Hum. selaku dosen Ilmu Perpustakaan, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta berkesempatan menjadi salah satu narasumber acara “Kita Bicara” di TVRI Jogja. Acara yang dilaksanakan pada selasa, 23 November 2021, mengangkat tema “Anak Muda Memaknai Naskah Kuno”. Indonesia merupakan negara yang menyimpan banyak sejarah sekaligus naskah kuno, yang hampir di seluruh wilayahnya ada.
Naskah kuno saat ini masih menjadi hal yang asing bagi generasi-generasi muda. Sebagian mahasiswa bahkan belum pernah melihat maupun membacanya. Banyak yang beranggapan bahwa sesuatu yang “kuno” itu tidak perlu untuk dipelajari, dan jika ada yang mempelajarinya dia akan dianggap sebagai orang yang kuno dan ketinggalan zaman. Naskah kuno memuat dua hal yaitu naskah dan teks, keduanya memiliki makna yang berbeda.
Muh. Bagus menjelaskan bahwa naskah adalah wadah. Naskah atau manuscript bersifat fisik, artinya ia memiliki wujud yang dapat dilihat dan digenggam. Dalam sejarah, naskah yang secara fisik sudah usang tidak menjamin itu merupakan naskah yang tertua. Biasanya naskah usang tersebut masih mempunyai induk, yang memuat kejadian-kejadian sebelumnya. Sedangkan teks merupakan isi dari sebuah naskah. Teks ini bersifat abstrak, artinya hanya bisa dibayangkan sebelum membacanya. Agar mengetahui isi dari teks itu maka perlu untuk membacanya terlebih dahulu. Pada masa lalu, teks ini ditulis diatas kertas, daluwungan, daun lontar, bambu dll.
Menurut Bab I Pasar 1 ayat 4, UU No 43 Th. 2007, tentang perpustakaan Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan. Naskah kuno dianggap sebagai salah satu representative yang paling otentik mengenai informasi sejarah pada masa lalu. Namun, sebagian masyarakat kecil menganggap bahwa naskah kuno adalah benda keramat yang tidak boleh di pegang sembarang orang.
“Benda keramat” dua kata yang sepertinya sudah tertanam di benak masyarakat kecil, hal itu membuat filolog kesulitan dalam mengumpulkan naskah kuno. Selain itu, tantangan-tantangan lain yang dihadapi filolog dibagi menjadi dua faktor, yaitu internal dan ekstrenal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam naskah itu sendiri, misalnya: kualitas kertas, tingkat keasaman kertas, keasaman tinta dan lem. Kertas yang berumur puluhan bahkan ratusan tahun pastinya mengalami perubahan. Tidak hanya itu tintanya pun bisa berubah memudar jika umurnya sudah tidak baru lagi. Sedangkan faktor ekstrenal merupakan faktor yang berasal dari luar. Bisa berupa faktor lingkungan yang mencakup paparan cahaya, pencemaran udara, suhu kelembaban udara, dan debu. Bencana alam juga dapat menjadi tantangan, misalnya banjir. Naskah yang terkena banjir, tintanya akan luntur dan kertasnya robek. Rayap, kutu buku bahkan jamur menjadi tantangan eksternal yang sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, tempat penyimpanan naskah kuno harus benar-benar dirawat dengan baik.
“Perawatan teks manuscript dapat dilakukan dengan cara digitalisasi melalui microfilm. Namun, untuk saat ini digitalisasi sudah dilakukan dengan kamera. Sementara itu, konservasi dan restorasi dilakukan untuk merawat bentuk fisik atau naskah itu sendiri”, ujar Muh. Bagus dalam acara Kita Bicara.
Perkembangan naskah kuno mulai digemari generasi muda. Sinergivitas disiplin ilmu mereka mulai terlihat. Banyak mahasiswa-mahasiswa selain filolog mulai tertarik untuk mempelajari naskah kuno. Ternyata setelah dipelajari, naskah kuno ini bukan hanya berisikan sejarah, banyak ilmu-ilmu lain tercantum didalamnya. Sebagai contoh ada naskah yang berisi obat-obatan tradisional yang digunakan pada masa lalu. Naskah tersebut dapat digunakan sebagai salah satu referensi mahasiswa kedokteran untuk meracik obat-obatan. Selain itu, ada juga naskah yang berisi arsitektur jawa, yang tentunya sangat bisa untuk dipelajari oleh mahasiswa jurusan teknik arsitektur. Mempelajari manuscript bukanlah hal yang kuno. Sebagai generasi muda, kita harus tetap melestarikan budaya-budaya di Indonesia. Salah satunya dengan cara tidak malu, tetapi mau untuk mempelajari sejarah melalui manuscript. Jika generasi muda Indonesia tidak melestarikan budaya itu lalu siapa yang akan melestarikannya?. [Jyra]